Berikut adalah keterangan mengenai pakaian muslimah untuk wanita menopause. Ternyata ada keringanan untuk mereka.
TAFSIR SURAH AN-NUUR AYAT 60
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 60)
Penjelasan ayat
Keterangan:
- Khimar adalah yang menutupi kepala wanita baik menutupi wajah ataukah tidak. Khimar ini haruslah menutupi pelipis.
- Hijaab itu lebih umum dari khimar dan niqab. Hijaab adalah pakaian yang menutupi secara umum baik menutupi badan, kepala, terserah menutup wajah ataukah tidak.
- Niqab adalah yang menutupi wajah.
- Jilbab itu sendiri adalah izar (pakaian bawah) dan rida (pakaian atas), pakaian ini menutupi kepala, punggung, dan dada. Ada juga ulama yang menyebutkan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.
Baca juga: Perintah Berjilbab Syari (Tafsir An-Nuur)
Dalam Tafsir Al-Mukhtashar disebutkan:
Dan wanita-wanita tua yang telah mengalami menopause dan tidak hamil lagi karena sudah tua, yang tidak ingin menikah lagi, mereka tidaklah berdosa jika menanggalkan sebagian pakaian mereka seperti selendang dan cadar dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan tersembunyi yang diperintahkan untuk disembunyikan. Dan apabila mereka tidak menanggalkan sebagian pakaian tersebut maka itu lebih baik bagi mereka sebagai bentuk kesungguhan dan kehati-hatian yang lebih dalam menutup diri dan menjaga kesucian. Dan Allah Maha Mendengar apa yang kalian ucapkan, lagi Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan, tiada sesuatupun yang tersembunyi bagi-Nya, dan Dia pasti akan memberi kalian ganjaran atasnya.
Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:
“dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung),” maksudnya para wanita yang telah berhenti dari persetubuhan dan syahwat.
“yang tiada ingin (kawin) lagi,” maksudnya tidak ingin menikah dan tidak menarik untuk dinikahi. Karena keadaannya yang sudah tua sehingga tidak memiliki hasrat atau lantaran fisiknya jelek sehingga tidak menarik lagi untuk dinikahi dan ia pun tidak punya hasrat.
“tiadalah atas mereka dosa,” maksudnya salah dan dosa.
“menanggalkan pakaian mereka,” yaitu baju luar seperti khimar dan semisalnya, yang telah Allah perintahkan kepada para wanita, “supaya mereka menurunkan khimar mereka di atas dada mereka,” (An-Nuur:24)
Mereka diperbolehkan untuk membuka wajahnya karena aman dari kekhawatiran, baik yang muncul darinya atau mengarah kepadanya. Tatkala diperbolehkannya menanggalkan pakaian, barangkali terpahami darinya atas bolehnya memakai segala sesuatu, maka Allah mencegah kekhawatiran ini dengan berfirman, “dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan,” maksudnya tidak menampakkan perhiasannya kepada orang lain berupa tindakan menghiasi diri dengan baju yang tampak (mencolok), menutup wajahnya, dan (tidak) menghentakkan kaki ke tanah supaya diketahui perhiasan yang tersembunyi. Karena dengan perhiasan itu semata yang ada pada diri wanita, (walaupun ia sudah menutup dirinya, dan walaupun merupakan wanita yang sudah tidak diminati) dapat menimbulkan godaan, dan menjerumuskan orang yang melihatnya ke dalam dosa.
“dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka,” kata isti’faf maknanya menciptakan ‘iffah (kehormatan) dengan melakukan sebab kausalitas yang dapat merealisasikannya seperti menikah dan meninggalkan hal-hal yang ditakutkan menimbulkan godaan.
“dan Allah Maha Mendengar,” semua suara “lagi Maha Mengetahui,” niat-niat dan tujuan-tujuan. Hendaknya mereka mewaspadai setiap perkataan dan tujuan yang jelek, dan hendaknya mereka mengetahui bahwa Allah membalas perbuatan tersebut.
Baca juga: Hijabku Sudahkan Sempurna?
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan pakaian yang mereka tanggalkan adalah jilbab (pakaian wanita ketika keluar rumah). Umumnya wanita mengenakan pakaian biasa lalu ketika keluar rumah, mereka mengambil jilbab (pakaian wanita ketika keluar rumah). Bagi al-qawaa’id minan nisaa atau wanita yang sudah mengalami menopause (tidak mengalami haidh dan tidak bisa memiliki keturunan lagi) tak masalah ia tidak mengenakan pakaian luar tersebut, asalkan pakaian yang tampak tersisa bukan pakaian berhias diri.
Sedangkan ayat “dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka” maksudnya mengenakan pakaian luar ketika keluar rumah itu lebih baik daripada menanggalkannya.
Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Surah An-Nuur fii Sual wa Jawab, hlm. 303.
Faedah ayat
- Wanita yang sudah mengalami menopause yang tidak mau menikah lagi karena sudah sepuh, ia boleh melepaskan pakaian yang dipakai di luar rumah seperti abaya, jilbab, rida’, khimar karena ia tidak menimbulkan lagi godaan.
- Wanita selain yang menopause tetap memakai pakaian luar yang menutupi.
- Tabarruj (dandan berlebihan) untuk wanita yang menopause diharamkan, apalagi wanita yang masih muda yang masih menggoda.
- Bagi wanita menopause boleh menanggalkan pakaian keluar rumahnya karena ‘illah (sebab) menimbulkan godaan sudah tidak ada.
- Jika menimbulkan godaan, lebih aman menutup wajah bagi wanita.
- Menjauhi menimbulkan godaan walau sudah sepuh (menopause) lebih baik.
- Amalan itu bertingkat-tingkat, karena dikatakan bahwa ada yang lebih baik untuk menopause yaitu tetap menutup dirinya dengan pakaian luar ketika keluar rumah.
- Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Baca juga: Wanita yang Tabarruj
Bolehkah seorang anak bermalam di tempat bibinya (dari saudara ayah atau ibunya)?
Jawaban: Masih boleh jika memang telah mendapatkan izin dan sepengetahuan dari bibinya. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah bermalam di tempat bibinya (saudara dari ibunya) yaitu Maimunah (istri Rasulullah) dan ketika itu ada pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Surah An-Nuur fii Sual wa Jawab, hlm. 301.
Referensi:
- At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Surah An-Nuur fii Sual wa Jawab. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Syaikh Abu ‘Abdillah Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surah An-Nuur. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
- Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
–
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com